Medan,
Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara menggelar rapat dengar pendapat antara PT Thong Langkat Energi (PT TLE) dengan warga Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat. Kegiatan itu digelar di Ruang Rapat Aula Kantor DPRD Sumut, Senin (4/4) pagi sekira jam 11.00 WIB.
Pertemuan itu dipimpin langsung oleh Ketua Komisi – D DPRD Sumut Delpin Barus ST dan dihadiri oleh beberapa anggotanya. Kepada perwakilan warga Dusun Mbacang, Desa Kuta Gajah, Kutambaru yang hadir di sana, Delpin menanyakan terkait kronologi lahan perkebunan warga yang terendam.
Salah seorang perwakilan warga, Meidi Kembaren menjelaskan kronologi tersebut melalu video presentasi yang sudah mereka siapkan. Dalam video itu, jelas terlihat lahan pertanian warga terendam air yang cukup dalam. Penyebabnya adalah, bendungan pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMH) Batu Gajah yang dikelola oleh PT TLE.
Dari video presentasi itu juga, terlihat pohon pinang milik warga yang hanya terlihat bagian pucuknya saja. Hal itu menunjukkan, bahwa genangan air yang menenggelamkan lahan perkebunan warga cukup tinggi. Hal itu juga yang membuat warga di sana gagal panen, bahkan sama sekali tak bisa mengambil hasil dari kebun mereka.
Aliandi Syahputra, salah seorang pendamping warga menegasakan, ganti untung yang diberikan PT TLE kapda warga sebesar Rp6 juta yang lahannya di daerah lembah, mungkin adalah hal yang wajar. Beda halnya dengan warga yang lahannya datar, mereka gak mau bayar dengan harga yang sama.
“Sebagaiman yang diketahui bersama, tujuan dari pembangunan adalah untuk mensejahrerakan masyarakat. Nah kalau seperti ini, masyarakat mana yang disejahterakan. Pihak PT TLE juga gak pernah mengadakan sosialisasi dengan masyarakat. Tiba – tiba lahan warga ditenggelamkan begitu saja,” ungkap Aliandi.
Semua kronologis dan dokumen pendukung sudah diserahkan perwakilan masyarakat yang terdampak oleh bendungan PT TLE kepada pimpinan RDP dan anggotanya. Dampak dari penenggelaman itu, warga tidak dapat memanen hasil kebun.
Mereka juga kehilangan sumber air bersih yang sudah ada di sana sejak turun temurun. Hal itu juga dapat merusak kebun warga secara permanen dan hilangnya tempat ternak warga mencari makan. Serta hilangnya penghasilan warga dalam jangka panjang.
“Warga meminta ganti untung atas lahan yang sudah ditenggelamkan oleh PT TLE, secara layak dan adil, sesuai peraturan perundang-undangan. Sebelum adanya ganti untung, kami meminya agar Gubsu dan Bupati Langkat mencabut segala perizinan terkait beroperasinya PT TLE,” tegas Aliandi.
Disamping itu, waraga juga meminta agar PT TLE membuka pintu air bendungan, hingga tinggi genangan air kembali ke kondisi normal. Sebagainana kondisi air sebelum berdirinya PLTM Batu Gajah yang dikelola oleh PT TLE.
Menimpali hal itu, General Manager PT TLE Berman Pasaribu menjelaskan, PT TLE bekerjasama dengan PLN dalam membnagun pembangkit listrik. Saat memulai pengerjaannya, semua aturan sudah dipenuhi dan dilalui. Bahkan sampai memakan waktu hingga dua tahun.
Hal paling utama dilakukan PT TLE adalah yang berkaitan dengan lingkungan. Yakni untuk mendapatkan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL – UPL). “Bahkan, hingga saat ini oknum dinas dari Pemkab Langkat terus melaukan pengawasan,” kata Berman.
Kemudian, Lanjut pria berdarah Batak itu, mereka juga sudah mengurus izin untuk pemanfaatan bantaran sungai. Surat Izin Pemanfaat Air Tanah (SIPA) juga sudah dikeluarkan oleh PSDA Provsu. Cakupannya pun meliputi pemanfaatan bantaran sungai dan sekitarnya. Temasuk mendirikan bangunan diatasnya.
“Untuk ganti untung, dari 103 kepala keluarga (KK), kami sudah menyelesaikan sebanyak 72 KK, dengan harga yang sudah kami tetapkan. Penentuan harganya kami tidak sembarangan. Kami sesuaikan dengan harga pasar, untuk harga yang terakhir,” ungkap Berman.
Hingga kini, lanjut pria berkacamata itu, mereka masih mencari warga yang bersedia lahannya diganti untung seharga Rp6 juta. Kalau mau ditukar guling dengan lahannya di tempat lain dengan harga tersebut, pihak PT TLE juga bersedian menggantinya.
Dari pembangkit itu, PT TLE sudah menyediakan tegangan listrik untuk tiga kecamatan. PLN pun meminta mereka untuk tetap konsisten menyediakan tegangan listrik yang stabil selama Ramadhan hingga lebaran mendatang. “Bagi masyarakat yang belum kami penuhi keinginannya, mohon maaf kami belum bisa mewujudkannya,” tandas Berman.
Beberapa kepala desa dari Kecamatan Bahork dan Kutambaru yang hadir dalam RPD itu, mengaku tidak ada sosialisasi yang dilakukan PT TLE selama masa pembangunan. Wajar saja kalau warga akhirnya merasa keberatan.
Setelah mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak, akhirnya Delpin Barus ST memutuskan untuk menunda RDP itu hingga Kamis (7/4) mendatng. Agendanya, akan digelar RDP lintas komisi, agar persoalan yang dihadapi dapat ditangani oleh komisi yang bersangkutan dan menemui jalan keluar. (Ahmad)