Dr. Abdul Wadud Nafis, Lc., MEI

Jakarta  —  Dalam Islam, prinsip kehalalan makanan merupakan aspek penting yang diatur dalam syariat. Hukum ini tidak hanya berlaku pada daging hewan besar atau tumbuhan, tetapi juga mencakup makhluk kecil seperti serangga. Meski konsumsi serangga dianggap tidak lazim di beberapa budaya, di daerah lain serangga menjadi bagian dari makanan sehari-hari.

Lantas, bagaimana Islam memandang konsumsi serangga? Apakah ada jenis serangga yang dihalalkan? Artikel ini akan mengupas perspektif ulama fikih dan kaidah syariat terkait konsumsi serangga secara mendalam.

Prinsip Dasar dalam Islam: Halal dan Haram

Dalam fikih Islam, kaidah umum menyatakan bahwa segala sesuatu pada dasarnya halal kecuali ada dalil yang mengharamkan (al-ashlu fil asyyaa’ al-ibahah). Namun, beberapa hal dilarang berdasarkan ketentuan dalam Al-Qur’an, antara lain:

QS. Al-Baqarah: 173
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah”.

QS. Al-A’raf: 157
“Dan Dia menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”.

Berdasarkan ayat ini, sesuatu yang dianggap menjijikkan (khaba’ith) tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi. Dilansir dari doreng45.com. Rabu, 29/01/2025.

Pendapat Ulama tentang Konsumsi Serangga

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum konsumsi serangga. Berikut beberapa pandangan mazhab fikih:

1. Mazhab Hanafi

Mengharamkan semua jenis serangga, kecuali belalang.

Berlandaskan hadis:

“Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa”.
(HR. Ahmad dan Ibn Majah)

2. Mazhab Syafi’i dan Hambali

Belalang halal, tetapi serangga lain haram, kecuali dalam kondisi darurat.

3. Mazhab Maliki

Lebih fleksibel, membolehkan serangga yang biasa dikonsumsi masyarakat dan tidak membahayakan kesehatan.

Namun, pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa semua serangga selain belalang adalah haram, meskipun serangga tersebut dianggap makanan lazim di suatu daerah atau tidak menjijikkan.

Ketentuan Khusus dalam Konsumsi Serangga

✔️ Halal

✅ Belalang – Dihalalkan oleh semua mazhab berdasarkan dalil yang kuat.

❌ Haram

⛔ Semua serangga lain – Termasuk jangkrik, ulat, dan kecoa, berdasarkan dalil QS. Al-A’raf: 157 yang melarang konsumsi makanan yang dianggap khaba’ith (menjijikkan).

🔹 Keadaan Darurat

Boleh mengonsumsi serangga jika dalam kondisi darurat, misalnya dalam situasi kelaparan ekstrem di mana tidak ada makanan lain yang tersedia.

Ini sejalan dengan kaidah fikih:

“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”.

(Adh-Dharurat Tubihu Al-Mahzhurat).

Kesimpulan:

🔹 Halal: Belalang.
🔹 Haram: Semua serangga lainnya, meskipun tidak menjijikkan atau menjadi makanan lazim di suatu masyarakat.
🔹 Darurat: Konsumsi serangga diperbolehkan dalam keadaan terpaksa untuk bertahan hidup.

Prinsip dasar syariat memberikan ruang fleksibilitas dalam kondisi tertentu, tetapi tetap mengacu pada kaidah halal dan haram yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami hukum ini agar tetap menjaga kehalalan dan keberkahan dalam makanan yang dikonsumsi.

Oleh: Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., MEI