MEDAN – Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) terus mendalami laporan dugaan maladministrasi hasil seleksi calon komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara (Sumut) periode 2021-2024. Lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik ini meminta keterangan Penjabat (Pj) Sekertaris Daerah Provinsi Sumut (Sekda Provsu) dan Tim Panitia Seleksi (Pansel) KPID Sumut periode tersebut.

Kepala Ombudsman Sumut Abyadi Siregar melalui Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan James Panggabean mengatakan, Pj Sekda Provsu sudah memenuhi undangan untuk diminta keterangannya pada Kamis (24/2). Namun, yang bersangkutan mewakilkan kepada Biro Hukum Pemprovsu. “Kita sudah mengundang Pj Sekda Provsu, tapi yang hadir pimpinan Biro Hukum Pemprovsu bersama Dinas Kominfo Sumut. Sedangkan Tim Pansel yang datang yaitu ketua, sekretaris dan satu orang anggota,” kata James saat diwawancarai di kantornya, Jumat (25/2).

Menurut James, dimintanya keterangan Pj Sekda Provsu atas laporan pelapor mengenai surat perpanjangan masa jabatan komisioner KPID Sumut periode 2016-2019. Surat tersebut ditandatangani Sekda Provsu saat itu (Sabrina), lalu digunakan dua komisioner (M Syahrir dan Ramses Simanullang) untuk mengikuti seleksi periode 2021-2024.

“Kami mengundang Pj Sekda karena ingin melihat kebenaran dari pelapor, apakah memang terjadi perpanjangan masa jabatan komisioner KPID Sumut periode 2016-2019, hingga kemudian terpilih kembali menjadi komisioner pada periode 2021-2024. Artinya, kami ingin mendalami apa pertimbangan perpanjangan masa jabatan komisioner tersebut dari sisi dasar hukum, dokumentasi hukumnya seperti apa,” ujar James.

Mengenai Tim Pansel, James menyebutkan, keterangan yang diambil terkait tahapan-tahapan apa saja yang sudah dilakukan mereka untuk menyeleksi para calon komisioner hingga mengerucut pada 21 nama. Selanjutnya, diserahkan ke Komisi A DPRD Sumut untuk dilakukan fit and proper test hingga kemudian dipilih tujuh nama.

“Kita juga menanyakan kepada Tim Pansel terkait tahapan seleksi yang mereka lakukan, apakah ada atau tidak tahapan menerima masukan dari masyarakat untuk melihat rekam jejak para calon komisioner? Dari keterangan mereka, ternyata tidak ada lantaran tahapan itu sudah ranah DPRD Sumut (Komisi A),” sambungnya.

James menuturkan, pihaknya ingin mendalami tahapan-tahapan yang sudah dilakukan Tim Pansel tersebut. “Kita ingin mendalami tahapan-tahapan yang sudah mereka lakukan, misalnya pada tahapan administrasi seperti apa yang telah dilakukan Tim Pansel. Dari hasil keterangan mereka, dua peserta yang merupakan incumbent (M Syahrir dan Ramses Simanullang) tidak mengikuti psikotes dan langsung ke tahapan fit and proper test, setelah lolos seleksi administrasi,” tuturnya.

Disinggung bagaimana kesimpulan dari hasil keterangan Pj Sekda Provsu dan Tim Pansel KPID Sumut, James belum bisa menyampaikan. Alasannya, karena sedang didalami lebih lanjut. “Saat ini kami belum bisa menyampaikan hasil pengambilan keterangan itu karena masih dalam proses. Tapi, yang pasti akan kita sampaikan nantinya setelah selesai dilakukan dan dituangkan dalam laporan akhir hasil pemeriksaan,” tandasnya.

Diketahui, dalam kasus ini Ombudsman Sumut sudah meminta keterangan Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto. Pemeriksaan terhadap Hendro terkait prosedur penetapan tujuh komisioner KPID Sumut.

Sebelumnya, diberitakan sejumlah calon komisioner yang telah mengikuti proses seleksi KPID Sumut periode 2021-2024 membuat laporan ke Ombudsman Sumut terkait dugaan maladministrasi, Senin (31/1). Calon komisioner KPID Sumut, Valdesz Junianto Nainggolan menyatakan, penetapan nama-nama hasil seleksi oleh Komisi A DPRD Sumut pada 22 Januari 2022 lalu dilakukan dengan cara yang tidak tepat dan berpotensi melanggar hukum serta rasa keadilan. “Kami tidak mempersoalkan nama yang terpilih, tetapi yang dipersoalkan mengenai cara penetapan yang tidak prosedural. Bahkan, patut diduga ada praktik maladministrasi,” kata Valdesz usai membuat laporan.

Valdesz juga mengatakan, dalam laporan yang disampaikan ke Ombudsman Sumut turut melampirkan beberapa bukti, salah satunya tentang penilaian masing-masing kandidat. Padahal, metode penilaian itu tidak pernah disepakati sebelumnya. Apalagi ketika peserta melakukan persentase, jumlah anggota dewan yang mendengarkan pemaparan berbeda. “Dalam laporan ini, kami juga menyertakan bukti adanya surat penolakan dari Fraksi PDIP DPRD Sumut,” ujarnya. (*)