Medan,- Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB PASU) surati Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan tegak hukum dan keadilan (law inforcement) terhadap Tersangka Penelantaran anak dan istrinya.

Surat Perihal Mohon Penegakan Hukum dan Keadilan bernomor: 35/PPT&PP/PB-PASU/VI/2022 tertanggal 01 Juli 2022 tersebut diajukan pada Jum’at (1/7/22) kepada Kajari Medan.

Dalam surat tersebut, PB PASU bertindak untuk dan atas nama klien bernama RESKY YUDARTY SOLIA, Lahir di Medan, 12-06-1984, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan Swasta, Alamat Jl. Pantai Timur Psr II LK II No. 65, Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Ismail, SH Koordinator Tim Hukum menyatakan, adapun maksud dan tujuan surat kami tersebuat, yaitu:

1. Bahwa Klien Kami (Ic. RESKY YUDARTY SOLIA) adalah Korban sekaligus Pelapor dalam dugaan Penelantaran Dalam Lingkup Rumah Tangga sebagaimana dimaksud Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/2744/K/XI/2020/SPKT RESTABES MEDAN, Tanggal 03 November 2020;

2. Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor: B/5462/XI/Res.1.24/2021/Reskrim Tanggal 24 November 2021 Penyidik Polrestabes Medan telah melakukan pemeriksaan terhadap keterangan beberapa saksi, baik saksi korban maupun saksi yang mengetahui peristiwa kejadian dan juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Terlapor, yang mana telah dilakukan gelar perkara dengan hasil menetapkan Terlapor (Ic.M.HIDAYAT) menjadi Tersangka. Namun demikian sejak ditetapkan menjadi Tersangka M.HIDAYAT tidak pernah ditahan oleh Kepolisian hingga perkara tersebut dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Medan juga tidak dilakukan penahanan sehingga menciderai rasa keadilan Klien Kami selaku Korban;

3. Bahwa sesuai Pasal 1 Angka 21 KUHAP telah menjelaskan bawa Penahanan adalah Penempatan Tersangka atau Terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP telah diatur alas an dilakukan penahanan yaitu adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana;

4. Bahwa pada kenyataannya M.HIDAYAT selaku Tersangka dalam perkara Penelantaran Dalam Lingkup Rumah Tangga telah mengulangi perbuatannya, yaitu tetap melakukan penelantaran dan tidak menafkahi Korban sebagaimana yang menjadi kewajibannya selaku suami sehingga alasan subjektif untuk menahan Tersangka sangat beralasan secara hukum walaupun Tersangka dijerat dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ancaman pidananya hanya 3 (tiga) tahun penjara. Karena alasan untuk dilakukan penahanan telah terpenuhi. Banyak juga kami ketahui beberapa Tersangka yang ditahan dalam perkara yang sama sebagaimana dapat dilihat Putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat Nomor: 45/Pid.Sus/2020/ PN Psb Tanggal 28 April 2020, jelas dan nyata Tersangkanya ditangkap dan ditahan, sehingga berdasarkan contoh kasus yang sama tersebut, kami meminta kepada Kepada Kepala Kejaksaan Negeri Medan untuk menetapkan agar Tersangka M.HIDAYAT dilakukan Penahanan;

5. Bahwa berdasarkan Pasal 144 KUHAP, Penuntut Umum memiliki kewenangan untuk mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, dengan tujuan untuk menyempurnakan surat dakwaan, sehingga melalui surat ini kami meminta kepada Kejaksaan Negeri Medan untuk memerintahkan Penuntut Umum yang menangani perkara tersebut untuk memasukan Pasal 76 B Jo. Pasal 77 B UU RI No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam surat dakwaan. Selain karena memang Penuntut Umum memiliki kewenangan tersebut, tetapi juga agar Penetapan Penahanan yang nantinya akan dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Medan memiliki alasan kuat karena ancaman pidana sesuai Pasal 76 B Jo. Pasal 77 B UU RI No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah lima tahun penjara.

Harapan kita kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar hukum dan keadilan ditegakkan bagi siapa pun tanpa pandang bulu. Kita meminta agar jaksa segera menahan Tersangka, itu harapan kita, pungkas Ismail.