JELAJAHPERKARA.COM || LAMPUNG- Lima tahun terakhir, warga sekitar Kelurahan Yosorejo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro, Lampung, di hantui Banjir.
Akibatnya, setiap turun hujan. Warga sekitar selalu merasa khawatir dan ketakutan lantaran kenyamanan warga di “hajar” banjir.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada upaya serius dari Pemkot setempat untuk mengatasi kekhawatiran akan banjir tersebut.
“Sudah lima tahun kami merasa khawatir saat hujan turun. Karena rumah kami pasti kebanjiran. Padahal sudah pernah di tinjau dinas terkait, tapi hingga saat ini belum ada solusi mengatasi kekhawatiran warga disini,” ujar Weri, warga Jalan Tongkol RT 036 RW 009 kelurahan setempat, Selasa (19/10/2021).
Seperti hujan yang turun kemarin sore (Senin, 18 Oktober 2021), kata Weri, banjir melanda kawasan tempat tinggalnya.
“Setiap turun hujan di sekitar sini jadi langganan banjir. Terutama rumah saya dan beberapa warga fisini,” katanya.
Ia menjelaskan, banjir yang terjadi di area rumahnya tersebut bermula sekira tahun 2016. Menurutnya penyebabnya ialah pembangunan yang tak memerhatikan dampak lingkungan.
“Ya, semenjak gencarnya pembangunan seperti misalnya bangunan punya bawang lanang itu sampai ke kampus UM, tuh. Terus melakukan pembangunan, akhirnya pemukiman warga di Jalan tongkol ini sering terendam bahkan jadi langganan banjir,” kisahnya.
Ia mengaku, pihak pemerintah Kota Metro melalui Dinas PUTR pernah menyambangi daerahnya untuk melihat drainase yang jebol. Namun tetap, tak kunjung memberikan solusi.
“Jika hujan lebat tiba seperti tadi ini, saya biasanya langsung membereskan isi rumah, terutama memindahkan barang elektronik ke tempat yang lebih tinggi,” kata Weri.
“Bahkan mobil saya aja pernah tenggelam, motor tenggelam, karena yang bisa diselamatkan hanya barang-barang kecil yang bisa diangkat terutama barang elektronik dan saya fokus mengamankan saluran listrik, karena saya khawatir keluarga terutama keselamatan anak. Karena kalau banjir itu mencapai ketinggian sehingga menjangkau arus listrik, itu kan bahaya,” keluhnya.
Sementara, lanjutnya, air akan surut tergantung volume dan ketinggian air saat banjir. Bahkan ia pernah merasakan banjir sebatas dagu orang dewasa.
“Itu air baru surut setelah 3-4 jam dan menyisakan kerusakan serta kondisi rumah yang kotor akibat sampah yang terbawa genangan air tersebut,” tutur Weri.
Menurutnya, jika hujan dengan intensitas yang tinggi, ada sekira 7 sampai 8 rumah yang merasakan dampak kebanjiran. Ia berharap pemerintah setempat cepat mencarikan solusi atas permasalahan ini.
“Semoga cepat ada solusinya. Saya sebagai warga biasa tidak menyalahkan siapa-siapa atas kejadian ini. Nggak mungkin juga saya mau menyalahkan alam yang menurunkan air hujan, saya hanya meminta dan berharap pemerintah segera menemukan solusi,” pinta Weri.
Kesempatan sama, Yulius (39) warga sekitar mengatakan, banjir itu akibat kiriman air dari area Metro Pusat sampai Jalan Gunung Lawu.
“Karena ini titik terendah, makanya sampai sini. Tapi kita kan nggak mau terus merasakan hal seperti ini,” ucapnya.
Di lain tempat, Ketua RT 036/RW 009, Yosorejo, Muhammad Hidup mengatakan, penyebab banjir ialah karena debit air terlalu tinggi.
“Seperti aliran air dari rumah sakit Ahmad Yani, lalu area di sekitar Chamart, gorong-gorong di sini itu kayaknya enggak ke tampung karena terlalu kecil.
Menurutnya, rumah yang paling terdampak ialah kediaman Weri. Bahkan jika genangan air sudah sampai di jalan aspal, sudah dipastikan rumah Weri terdampak.
“Padahal rumah dia itu cukup tinggi dari depan sampai ke belakang, tapi rumah itu sudah air semua kalau banjir,” katanya.
Bahkan, kata M Hidup, saat almarhum orang tua dari Pak Weri masih hidup, dia pernah mengalami banjir sehingga mendiang ayahnya itu harus dipindahkan berbaring di tempat yang lebih tinggi dari ketinggian air saat banjir.
“Selain di rumah Pak Weri itu pernah juga banjir itu menjangkau rumah di sebelahnya rumahnya Pak Soedibyo itu banjir sampai menjangkau ke garasinya dia sendiri pernah itu dulu komputernya sebanyak 15 unit terendam banjir,” pungkasnya.
(Dwi)