๐Ÿ‘๏ธ Dilihat: 432.672 kali

Jakarta, 3 Oktober 2025 โ€“ Kasus penipuan penerimaan Polri dengan terdakwa Nina Wati terus memicu perdebatan publik dan kritik dari berbagai kalangan, terutama terkait vonis 10 bulan penjara yang dinilai terlalu ringan. Langkah Kejaksaan Negeri Labuhan Deli mengajukan kasasi menuai apresiasi, namun kritik sebelumnya yang menyebut Kejaksaan ‘lemah’ juga sempat mengemuka.

Menanggapi dinamika ini, Advokat Jakarta, *Bobi Muliadi Sagala* managing partner Law Office Bobi Muliadi Sagala & Partners, memberikan pandangannya. menegaskan bahwa Kejaksaan telah bertindak sesuai koridor hukum, sekaligus membantah narasi yang mencoba mengintervensi independensi putusan hakim.

*Kejaksaan Sudah Sesuai Aturan: Kasasi Adalah Mekanisme Resmi*

Bobi Muliadi Sagala, S.H., M.H., CLA menyatakan bahwa kritik terhadap kinerja Kejaksaan yang sempat muncul tidak berdasar, terutama setelah adanya pengajuan kasasi.

“Langkah Kejaksaan mengajukan *kasasi* itu sudah sangat tepat dan merupakan implementasi dari tugas Jaksa Penuntut Umum (JPU) sesuai *Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)*,” ujar Bobi Sagala. “Ketika JPU menilai putusan hakim di tingkat sebelumnya tidak memenuhi rasa keadilan, maka upaya hukum ke tingkat Mahkamah Agung (MA) adalah mekanisme yang disediakan oleh hukum. Ini membuktikan *Jaksa sudah melakukan sesuai dengan aturan hukum Indonesia yang berlaku.”*

Menurut Bobi Sagala, kritik yang mengarah pada ‘kelemahan’ Kejaksaan seringkali mengabaikan tahapan dan pertimbangan yuridis yang harus dilalui oleh JPU sebelum mengambil keputusan upaya hukum.

*Putusan Hakim Otoritas Penuh yang Tak Bisa Diintervensi*

Terkait putusan 10 bulan penjara yang menuai kontroversi dan dianggap ringan, Bobi Sagala mengingatkan semua pihak mengenai *prinsip independensi peradilan.*

“Publik, tokoh masyarakat, dan akademisi boleh memiliki pendapat soal angka vonis, tapi kita harus ingat bahwa *putusan hakim tidak bisa diintervensi,”* tegasnya. “Hakim memutus perkara berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, alat bukti, dan keyakinan mereka. Itu adalah otoritas penuh majelis hakim.”

Bobi Sagala menjelaskan bahwa dalam sistem peradilan pidana, ada pemisahan peran yang tegas: Jaksa *menuntut*, dan Hakim *memutus*. Jika putusan Hakim dinilai keliru atau tidak adil, mekanisme koreksi satu-satunya adalah melalui *upaya hukum* resmi yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, bukan melalui tekanan atau opini publik.

“Oleh karena itu, apresiasi harus diberikan pada langkah Kejaksaan yang memilih jalur hukum resmi (kasasi) untuk mencari keadilan tertinggi, alih-alih mencoba mengintervensi kewenangan hakim. Ini adalah cara yang benar dalam negara hukum,” tutup Bobi Muliadi Sagala.

Inti terhadap tanggapan Bobi Muliadi Sagala adalah bahwa *Jaksa telah melakukan tugasnya sesuai koridor hukum* dengan mengajukan kasasi. Pada saat yang sama, ia mengingatkan publik untuk *menghormati independensi hakim* dan memahami bahwa kritik terhadap putusan hakim hanya dapat disalurkan melalui mekanisme upaya hukum yang telah diatur.

Tim