JelajahPerkara.com/Jakarta,– Gelombang desakan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas terhadap perusahaan insurtech Fuse semakin kencang. Dugaan manipulasi data keuangan demi meraup pendanaan dari investor kini menjadi sorotan utama, setelah Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengungkap sejumlah fakta mencengangkan. Kamis 2 Oktober 2025.
Uchok menjelaskan bahwa Fuse, salah satu pemain terbesar di industri insurtech Indonesia, dilaporkan berhasil mengumpulkan pendanaan Seri B senilai lebih dari US$50 juta (sekitar Rp800 miliar) pada tahun 2021. Namun, di balik gemerlap pendanaan tersebut, terendus adanya praktik manipulasi data Gross Written Premium (GWP) dengan mencuri data premi dari perusahaan asuransi lain.
“Bekerja sama dengan para broker internalnya, insurtech itu diduga mencuri data premi dari perusahaan asuransi lain untuk dicatatkan sebagai Gross Written Premium (GWP) mereka. Manipulasi data ini agar prospek perusahaan kelihatan kinclong di mata investor,” ungkap Uchok dengan nada geram.
Uchok juga menyoroti kemiripan modus operandi yang diduga dilakukan Fuse dengan kasus manipulasi data keuangan yang pernah menjerat eFishery dan menjadi perhatian serius Bareskrim Polri.
Melihat kondisi pembiayaan startup Indonesia yang sedang lesu, Uchok mendesak OJK untuk bertindak cepat, transparan, dan tidak pandang bulu guna menjaga kepercayaan investor dan masyarakat terhadap ekosistem startup, khususnya insurtech.
“Jika terbukti ada unsur manipulasi data keuangan, perusahaan dan individu yang terlibat dapat dijerat dengan Pasal 508 dan 378 KUHP yang mengatur sanksi pidana terkait pemalsuan laporan keuangan dan penipuan korporasi,” tegas Uchok, sembari meminta OJK untuk segera melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri.
Ironisnya, setelah INANEWS mengungkap dugaan manipulasi data yang dilakukan Fuse, perusahaan insurtech tersebut justru melayangkan gugatan atas dugaan pencemaran nama baik. Langkah ini dinilai sebagai upaya pembungkaman terhadap media yang berupaya mengungkap kebenaran.
Praktisi Asuransi Indonesia, Adhy Nursetyo, turut memberikan pandangannya bahwa Fuse hanya berfungsi sebagai platform agregator dan bukan Perusahaan Asuransi yang wajib memiliki izin OJK untuk menjalankan bisnis perasuransian.
“Ada bedanya FUSE dengan Asuransi ditambah adanya dugaan manipulasi data, sudah saatnya OJK bertindak,” pungkas Uchok, seraya memperingatkan agar regulator memberikan perhatian serius terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang Fuse.
Kasus ini menjadi ujian berat bagi OJK. Masyarakat menanti tindakan tegas dan transparan dari regulator untuk mengungkap kebenaran, menindak para pelaku jika terbukti bersalah, dan melindungi para investor yang berpotensi menjadi korban praktik manipulasi data. Akankah OJK berani mengungkap tabir gelap di balik gemerlap industri insurtech?