๐Ÿ‘๏ธ Dilihat: 431.080 kali

Kubu Raya โ€“ Ketua Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Investigasi Negara (DPC LIN) Kubu Raya, Nurjali, S.Pd.I, angkat bicara terkait kebijakan baru Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan Pertamina yang mewajibkan pengumpulan data STNK dan KTP dalam setiap pembelian bahan bakar minyak (BBM) di tingkat sub penyalur.

Dalam aturan tersebut, kendaraan roda dua hanya diperbolehkan membeli 2 liter BBM, sementara roda empat maksimal 10 liter, serta harus sesuai dengan alamat yang tertera pada KTP di wilayah operasional sub penyalur.

Nurjali menilai kebijakan ini memberatkan masyarakat, terutama di daerah pedalaman yang sangat bergantung pada sub penyalur dengan kuota BBM subsidi terbatas.

โ€œKebijakan ini terlalu menekan masyarakat. KTP dan STNK adalah dokumen pribadi, tidak bisa dipaksakan untuk diberikan. Apalagi sub penyalur melayani warga di wilayah pedalaman dengan keterbatasan pasokan,โ€ ujarnya.

 

Ia menegaskan, jika tujuan kebijakan tersebut adalah untuk mengontrol distribusi BBM subsidi, maka seharusnya penerapannya dilakukan secara merata di seluruh SPBU, bukan hanya pada sub penyalur.

โ€œKalau memang tujuannya pengawasan, maka BPH Migas dan Pertamina wajib menerapkannya di semua SPBU. Setiap pembelian Pertalite dan Solar subsidi juga harus menggunakan STNK dan KTP serta diawasi lebih ketat,โ€ tegasnya.

 

Nurjali juga menyoroti maraknya praktik penyalahgunaan BBM subsidi di sejumlah SPBU di Kalimantan Barat yang hingga kini belum tertangani serius.

โ€œKenyataannya, permainan kotor masih terjadi. Pengisian dengan jeriken dan tangki siluman dilakukan terang-terangan tanpa rasa takut. Ini sudah lama terjadi, seolah hukum tidak berlaku bagi mereka,โ€ ungkapnya.

 

Lebih jauh, ia mempertanyakan peran BPH Migas, Pertamina, aparat penegak hukum, hingga anggota dewan yang dinilainya bungkam terhadap praktik mafia migas tersebut.

โ€œAturan baru ini seolah menyalahkan sub penyalur atas kebocoran BBM subsidi, padahal justru banyak permainan di SPBU. Kami tantang BPH Migas dan Pertamina, kalau memang CCTV di SPBU tersambung langsung ke Pertamina, kenapa praktik mafia migas masih marak di Kalbar?โ€ pungkas Nurjali.

 

Nurjali juga mendesak agar BPH Migas menertibkan penjualan BBM subsidi di pinggir jalan, baik jenis Pertalite maupun Solar, yang jelas-jelas melanggar hukum.

โ€œSeharusnya BPH Migas tegas melarang penjualan BBM subsidi di pinggir jalan dan memberi sanksi pada SPBU yang masih melayani pembelian jeriken tanpa izin resmi. Selama ini, para pengecer di warung dan toko tepi jalan bisa berjualan bebas seolah legal. Pertanyaannya, dari mana asal BBM itu? Apakah BPH Migas dan Pertamina pernah mempersoalkan hal ini?โ€ ujarnya.

Ia menambahkan, kebijakan yang dibuat BPH Migas dan Pertamina perlu sinkron dan tidak tumpang tindih, agar pengawasan dan distribusi BBM subsidi benar-benar tepat sasaran.
Sumber : Hotman sitorus
Publish: kaperwil kalbar.